MAHKAMAH.CO, Jakarta- Bila 
menelisik sejarah, agaknya tahun 1453 M, dianggap tak terjadi sesuatu 
yang berarti. Padahal, sejatinya alkisah yang terjadi di tahun itu, 
sangat mempengaruhi perkembangan dunia hingga seperti ini. 
Di 
tahun 1453 itu, sebuah pertempuran dahsyat terjadi. Perang besar antara 
Utsmaniyah (Ottoman) dan Romawi. Perang itu memperebutkan kota 
Konstantinopel (kini Istambul). Seberapa penting Konstantinopel era itu?
 Napoleon  Bonaperte, pelaut Perancis menggambarkannya terang. Dia 
bilang, "Bila seluruh dunia ini adalah sebuah negara, maka kota yang 
pantas menjad i ibukotanya adalah Konstantinopel". George Trapezuntios, 
sejarawan Inggris juga berkisah serupa. "Tahta kekaisaran Romawi adalah 
Konstantinopel", katanya. 
Konstantinopel kala itu adalah kota 
penting di dunia. Hampir seperti New York atau Washington era kini. 
Letaknya ada di belahan Asia, setengahnya lagi di daratan Eropa. Bagi 
masyarakat Eropa, kota itu jadi pusat perekonomian dunia. Seluruh barang
 yang dari Asia, yang jadi kebutuhan Eropa, diperdagangkan di 
Konstantinopel. Tak heran, kota itu menjelma jadi ibukota yang diburu 
siapapun. 
Keindahan kota itu juga luar biasa. Sebuah gereja 
dibangun megah disana. Nama gereja itu adalah  Aya Sophia. Gereja itu 
jadi simbol kekuasaan Konstantinopel yang di tahun 1453 itu dikuasai 
Kaisar Justinian. 
Penduduk Konstantinopel mulanya dikuasai oleh 
penganut Nasrani. Kaisar Justinian sangat taat pada agamanya. Mereka 
dibawah singgasana Romawi. Tapi kalangan penulis Barat menyebut kerajaan
 ini dengan Byzantium, bukan Romawi. Pasalnya Romawi yang berpusat di 
Roma, sudah hancur sejak abad 4 M. Tapi belahan dunia lainnya menyebut 
Byzantium ini sebagai Romawi Timur. 
Medio Mei 1453, ribuan 
pasukan Utsmaniyah, sebuah imperium raksasa di era itu, melakukan 
pengepungan terhadap Konstantinopel. Perang dua negeri adidaya pun 
terjadi. Perang antara Utsmaniyah dan Romawi itu menyita perhatian 
seluruh dunia. 
Tentara Utsmaniyah, dibawah pimpinan Sultan 
Mehmet II (Muhammad Al Fatih) melakukan pengepungan selama 59 hari. 
Seluruh dunia menyaksikan pengepungan itu. Eropa terdiam. Nusantara 
tertegun. Kalangan jazirah arab bersatu dibawah Utsmaniyah, mengepung 
Konstantinopel. 
Sultan Al Fatih (sang Penakluk), memiliki ambisi
 tersendiri dalam penaklukan itu. Pasalnya Konstantinopel adalah kota 
yang dijanjikan Allah SWT bakal jatuh ke tangan umat Islam. Janji itu 
diucapkan Nabi Muhammad SAW di abad 6 Masehi. Dalam sebuah Hadist, Nabi 
SAW sempat berkata, "Suatu saat Konstantinopel akan takluk di tangan 
seorang pemimpin (Islam). Ditangannya dialah sebaik-baiknya pemimpin dan
 sebaik-baiknya pasukan". 
Sabda Rasul itu menjadi pemantik kaum 
muslimin di seluruh dunia untuk ikut dalam barisan tentara Utsmaniyah. 
"Bila ada orang yang ditolak masuk bergabung dalam tentara Utsmaniyah, 
bisa dibilang dia akan malu sekali," tutur Feliz Siau, seorang penulis 
buku “1453 Muhammad al Fatih†kepada Mahkamah.co. Jadi,
 sambung Felix lagi, gambaran saat itu di kalangan umat Islam sangat 
berlomba-lomba masuk dalam tentara Utsmaniyah untuk menaklukan 
Konstantinopel. "Karena itu adalah kota yang dijanjikan jatuh ke tangan 
Islam," tukasnya lagi. 
Alhasil pengepungan pun dilakukan. 
Ternyata menaklukan Konstantinopel tak semudah membalikkan telapak 
tangan. Kota itu sudah pengalaman dalam pengepungan. Hampir puluhan kali
 kota itu dikepung musuh-musuhnya. Tapi tak pernah berhasil. Pasalnya 
Konstantinopel dikeliling benteng berlapis tiga, yang mustahil 
ditaklukan dengan alat perang biasa-biasa. 
Sultan Al Fatih 
kemudian menggunakan Meriam sebagai metode baru dalam peperangan. 
Meriam  tercatat pertama kali digunakan dalam perang, adalah dalam 
pertempuran itu. Eropa sendiri belum pernah mengenal meriam, Utsmaniyah 
menggunakannya.
Selama 59 hari, akhirnya pasukan Islam berhasil 
menjebol tembok Konstantinopel. Meriam dan peralatan perang itu mampu 
menembus kota terindah di dunia itu. 
Tanggal 29 Mei 1453, Sultan
 Muhammad Al Fatih memasuki gerbang Konstantinopel untuk pertama 
kalinya. Kemenangan Utsmaniyah ini disambut hangat seluruh umat Islam di
 dunia. Namun kalangan Eropa berlomba-lomba mengutuknya. Di era itulah 
Islam berjaya menguasai dunia. Peralatan militer Utsmaniyah adalah 
tercanggih di dunia. Selain meriam, Utsmaniyah mengenalkan pada dunia 
sebuah pasukan khusus. Namanya janisari. Pasukan khusus inilah yang 
kemudian ditiru menjadi lembaga intelijen di dunia, termasuk CIA, Mossad
 dan lainnya. 
Kemenangan Utsmaniyah ini hampir mirip dengan 
menangnya Sparta atas Troya, pertempuan yang terjadi di tempat yang 
sama, 1700 SM. Kala itu, Troya dikepung selama 10 tahun oleh Sparta. 
Tapi Agamemnon, Raja Sparta berhasil menang karena memakai medote licik,
 kuda Troya. Setelah 10 tahun mengepung Troya, tentara Sparta tak 
kunjung bisa menjebol tempok Troya. Akhirnya mereka frustasi. Tapi cara 
licik dimainkan. Sparta membangun sebuah kuda raksasa. Didalamnya 
ratusan tentara Sparta berdiam diri. Kuda itu kemudian dimasukkan ke 
dalam gerbang kota Troya. Troya tertipu. Mereka merayakan kemenangan 
besar-besaran karena merasa sudah berhasil menang perang. 
Di 
malam hari, kala tentara Troya mabuk kemenangan, para tentara Sparta 
yang berdiam dalam kuda itu pun turun. Mereka menyerang pasukan Troya. 
Ribuan tentara Sparta sudah menanti di gerbang Troya untuk masuk. Troya 
pun terbakar. Sparta menang perang. 
Tapi kemenangan Utsmaniyah 
kali ini bisa dibilang gentlement. Tembok Konstantinopel benar-benar 
hancur oleh taktik militer yang canggih, peralatan tempur mumpuni dan 
pasukan yang bersemangat luar biasa. “Karena seluruh tentara 
Utsmaniyah yakin dengan Bisyarah, sebuah janji Allah SWT,†tutur Felix
 lagi. Bisyarah inilah yang dimiliki Al Fatih untuk menaklukkan 
Konstantinopel. Tak perlu dengan cara licik seperti Sparta. 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar