------------------------------------
MAHKAMAH.CO, Jakarta,-
Tanggal 29 Mei 1453 bisa dibilang hari yang penting diingat sepanjang
sejarah. Saat itulah Islam secara resmi berhasil menaklukkan
Konstantinopel, ibukota Romawi. Penaklukkan itu dikomandoi langsung oleh
Sultan Muhammad Al Fatih, yang memimpin kesultanan Utsmaniyah saat itu.
Kisah penaklukkan Konstantinopel sendiri sejatinya sudah "diramalkan" oleh Nabi Muhammad SAW. Kala terjadi perang Khandaq, di abad 6, Nabi sempat ditanya oleh seorang sahabatnya. Saat itu Rasul dan umat Islam tengah melakukan penggalian parit untuk mempersiapkan perang menghadapi kaum kafir di Madinah. Disitulah seorang sahabat bertanya tentang kota manakah yang akan takluk lebih dahulu, Roma atau Konstantinopel?
Nabi menjawab ringkas,"Kota Heraklius yang akan takluk lebih dahulu," ujarnya. Heraklius adalah Kaisar Romawi saat itu. Dia memimpin Romawi Timur yang saat itu bermarkas di Konstantinopel. Ini adalah kota terpenting di dunia, di era itu. Kota itu menjadi pusat perdagangan dunia.
Napoleon Bonaperte, Raja Perancis sempat berkunjung di Konstantinopel di abad 14. Kala itu Napoleon mengucapkan, "Seandainya saja seluruh dunia ini adalah sebuah negara, maka yang layak menjadi ibukotanya adalah Konstantinopel," tegasnya. Begitulah gambaran tentang betapa dahsyatnya Konstantinopel kala itu. Sedangkan Roma, adalah ibukota Italia. Disitulah markasnya Romawi Barat.
Kemudian dalam kesempatan lain, Rasul SAW sempat mengucapkan Hadist lagi. Dia mengucapkan,"Suatu saat Konstantinopel akan takluk di tangan laki-laki (Islam). Di tangan dialah sebaik-baiknya pemimpin dan di tangan dialah sebaik-baiknya pasukan." Hadist itu diucapkan di abad 6 juga.
Tahun 1453, Konstantinopel benar-benar di taklukkan di tangan umat Islam. Di bawah komando Sultan Al Fatih, kota itu resmi diubah namanya menjadi Istanbul, artinya "jalan Islam". Begitu Konstantinopel ditaklukkan, Al Fatih pun bergumam singkat. "Sabda Rasul telah terbukti," ucapnya bersejuk.
Jatuhnya Konstantinopel di tangan Islam, mengubah tatanan politik dunia kala itu. Barat pun kocar-kacir menghadapi kedigdayaan tentara Islam. Di era itulah Islam benar-benar menguasai dunia.
Tapi kini kisah fakta penaklukkan Konstantinopel itu seolah tak sedahsyat epos berdirinya negara Amerika Serikat. Kalangan Islam sendiri kini tak banyak yang paham tentang kejadian besar yang mempengaruhi perpolitikan dunia hingga kini itu.
Di satu sisi, ternyata pihak Barat tak begitu sumringah untuk mengkisahkan takluknya Romawi di tangan Islam itu. Dari beberapa buku yang beredar kini, memang penulis Barat tak banyak yang menyebut Romawi futuh di tangan Islam. Kebanyakan menyebutkan bahwa kisah penaklukkan itu adalah jatuhnya imperium Byzantium, bukan imperium Romawi. Mengapa demikian?
Romawi Barat dan Romawi Timur
Mulanya Romawi memiliki satu pusat pemerintahan, Roma. Kala itu imperium ini begitu megah. Membentang di seluruh Eropa hingga ke Asia. Karena besarnya itulah, Kaisar Diocletian yang memimpin Romawi di tahun 285, membagi kota administratif pemerintahan menjadi dua. Romawi Barat tetap beribukota di Roma, Italia. Sementara Romawi Timur bermarkas di Nikomedia, sebuah kota di Asia Kecil (kini Turki).
Pemisahan itu tak lain didasari karena perbedaan agama. Romawi Barat menganut paham Kristen Trinitas (politeisme). Disinilah Paus memimpin kekuasaan agama Kristen. Sementara Romawi di Asia Kecil menganut Kristen Ortodoks. Bahasanya pun berbeda. Di Barat menggunakan bahasa Yunani. Sementara di Timur mengenakan bahasa Latin. Kedua Romawi itu pun sempat perang besar. Perbedaan pandangan soal Kristen Trinitas dan Ortodoks menjadi pemicunya. Ajaran Protestan kala itu belum lahir.
Tahun 324, Kaisar Constantine I, memindahkan ibukota Romawi Timur dari Nikomedia di Asia Kecil ke Konstantinopel. Kota ini ditabalkan dari namanya sendiri menjadi "Kota Konstantin". Ini dianggap sebagai Roma Baru. Kaisar Theodosius I (379-395) yang memimpin Romawi selanjutnya, tetap membagi dua kota administratif itu.
Perkembangan terjadi. Di abad 5 Masehi, Romawi yang bermarkas di Roma, secara resmi bubar. Pemberontakan terjadi di mana-mana. Arthur mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Inggris Raya. Germana, Perancis, Spanyol dan lainnya pun mengikuti.
omawi pun hanya tinggal di Konstantinopel saja. Tapi wilayahnya masih membentang panjang. Heraklius, kaisar Romawi yang bertahta di tahun 610-641, semakin membuat Romawi berada di puncak jayanya. Heraklius inilah Kaisar Romawi yang sempat dikirimi surat oleh Nabi Muhammad SAW untuk memeluk Islam. Tapi dia menolaknya.
Di era Heraklius, Romawi mengalami reformasi militer dan administrasi pemerintahan. Dia mengubah bahasa resmi kekaisaran dari Latin ke Yunani. Kekaisaran Romawi pun makin digdaya. Saingan terberatnya kala itu hanya Persia, yang bermarkas di wilayah Iran. Antara Persia dan Romawi acapkali sering perang besar. Puncaknya kala Persia berhasil membunuh Maurice, Kaisar Romawi yang memerintah di tahun 582-602 Masehi. Islam kala itu masih berkutat di wilayah Mekkah saja. Belum berkembang ke fase penaklukkan.
Tapi lambat laun kekhilafahan Islam kemudian muncul. Satu demi satu wilayah kekuasaan Romawi di Suriah, Irak, Mesir dan lainnya di taklukkan. Puncaknya terjadi di tahun 1453, kala Konstantinopel ditaklukkan oleh Utsmaniyah. Sejak itulah Romawi hilang dari peredaran. Romawi benar-benar tak pernah ada lagi.
Tapi kisah takluknya Romawi itu seolah tak pernah terdengar. Pasalnya kalangan Barat lebih doyan menyebut Romawi yang bermarkas di Konstantinopel itu sebagai imperium Byzantium.
Penggunaan pertama istilah Byzantium itu sendiri kali pertama dikenalkan oleh sejarahwan Jerman, Hieronymus di tahun 1557. Dia menerbitkan karyanya berjudul Byzantinae Historiae. Dia menyebutkan bahwa Romawi yang bermarkas di Konstantinopel itu sebagai Byzantium, untuk membedakan Romawi yang di Roma.
Istilah itu kemudian makin populer. Tahun 1684, banyak buku yang kemudian menyebut Byzantium, ketimbang Romawi. Di Perancis, buku berjudul Louvre du Bizantium (Corpus Scriptorum Historiæ Byzantinæ) menyebut demikian. Di tahun 1680, Du Cange 's Historia Byzantina juga muncul. Istilah Byzantium ini juga kemudian dipopulerkan oleh filosof Perancis, Montesquieu .
Di abad 18, "Kekaisaran Byzantium" muncul juga dalam karya George Finlay, seorang ahli sejarah Inggris. Dia menulis buku berjudul "Sejarah Kekaisaran Bizantium 716-1057". Tak pelak lagi, hingga kini banyak penulis Barat yang terus menyebutkan kisah itu dengan kekaisaran Byzantium, bukan Romawi.
Tapi seorang sejarahawan asal Inggris, Cinnamus, di tahun 1976 menukiskan secara gamblang tentang kekaisaran Byzantium itu. "Kekaisaran Bizantium dikenal penduduknya sebagai 'Kekaisaran Romawi', 'Kekaisaran Romawi' (Latin: 'Imperium Romanum', 'Imperium Romanorum', begitu tulisnya.
Bagi umat Islam sekarang, jika yang tertulis adalah kekaisaran Byzantium, tentu bisa membingungkan. Karena Al Quran menceritakan tentang kisah Ar Rum itu adalah perihal tentang Romawi yang kemudian ditaklukkan di tangan Islam.
Jadi, wajar bila Barat lebih suka membelokkan istilah Romawi menjadi Byzantium. Tentu demi menutupi kecocokan sejarah dengan kisah Ar Rum itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar